Pernikahan Beda Agama dan Pengaruhnya dalam Kehidupan Rumah Tangga (Sudut Pandang Al-Qur'an)
Abstract
Pernikahan adalah aksi sosial yang bernuansa biologis tetap menjadi perhatian, bahkan merupakan salah satu Sunnah Rasulullah Saw. Hal ini dijelaskan dalam banyaknya ayat Al-Qur'an dan Hadis atau riwayat dari Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan tentang pernikahan. Rasulullah memberikan bimbingan dan contoh nyata tentang masalah masalah pernikahan, yang tentu saja sebagai contoh tata cara dan aturan yang harus diikuti oleh seluruh umat Islam. Tetapi beberapa masalah yang kemudian muncul, ketika dihadapkan dengan kasus pernikahan beda agama, dan hal ini telah menuai perdebatan panjang sejak awal penafsiran al-Quran oleh generasi pertama umat Islam. Bahkan terus berlanjut hingga sekarang dizaman modern. Pada periode awal penafsiran Al-qur’an, perdebatan muncul di kalangan ulama tentang kelayakan Muslim untuk menikahi wanita ahli al-kitab . Dengan in, mayoritas para sahabat termasuk Umar bin Khatthab ra, Utsman bin ‘Affan ra, Ali bin Abi Thalib ra, dan juga Ibn ‘Abbas memungkinkan pernikahan (antara laki-laki Muslim dan perempuan ahli al-kitab) meskipun ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Namun menurut ‘Abdullah bin ‘Umar pernikahan tidak boleh terjadi pernikahan beda agama, karena pelanggaran yang dilakukan oleh ahli al-kitab telah mencapai tahap syirik, menyekutukan Allah. Namun demikian, generasi berikutnya (Tabi’in), lebih condong untuk mengambil pendapat pertama (pendapat mayoritas), karena dianggap lebih cocok dengan praktek zhahir al-nash. Dengan demikian, secara konseptual, pernikahan beda agama antara laki-laki Muslim dengan wanita ahli al-kitab bisa dilakukan. Tetapi dalam prakteknya, pelaksanaannya tetap harus memperhatikan beberapa aspek-aspek penting, yang berhubungan dengan tujuan pernikahan, baik yuridis-normatif dan pandangan masyarakat. Di antara beberapa hal yang mendesak untuk menjadi perhatian adalah perihal masa depan agama anak-anak mereka, serta tanggung (pria Muslim) sebagai kepala keluarga, di akhirat. Dan jika pihak-pihak yang potensial melakukan pernikahan beda agama ini benar-benar mempertimbangkan beberapa hal, mereka pasti tidak akan mudah untuk melakukan pernikahan beda agama.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
al-Âmidî, Saif al-Dîn Abu al-Hasan ’Alî ibn Abî ’Alî ibn Muhammad. al-Ihkâm Fî Usûl al-Ahkâm, Jilid.
al-Azdî, Sulaimân ibn al-Asy’ats Abû Dâwûd al-Sijistanî Sunan Abî Dâwûd, Juz II, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
al-Baihaqî, ABû Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Alî ibn Mûsâ. Sunan al-Baihaqî al- Kubrâ, Juz. VII, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
al-Bustîy, Muhammad ibn Hibbân ibn Ahmad Abû Hâtim al-Tamîmî. Sahîh ibn Hibbân bi Tartîb ibn Balbân, Juz IX, Beirut: al-Maktab al-Islâmî, 1970.
al-Dimasyqî, Abu al-Fidâ Ismâ’il ibn ‘Umar ibn Katsîr al-Qurasyî. Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azîm, Juz I, III, dan IV, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
al-Dimasyqî, Abu al-Fidâ Ismâ’il ibn ‘Umar ibn Katsîr al-Qurasyî. al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Juz VI, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Baso, A dan A. Nur Khalis, (ed). Perkawinan Beda Agama, kesaksian, argumen keagamaan, dan Analisis Kebijakan,), Cet. I, Jakarta: Kerjasama Komnas HAM dan ICRP (Indonesion Conference on Religion and Peace), 2005.
Departemen Agama RI. Ensiklopedi Islam, Jilid V, Cet. II; Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994.
I, Beirut: Dâr al-Fikr, 1997.
Ibn Abî Syaibah, Abû Bakar ‘Abdullâh ibn Muhammad. al-Musannaf fi al-Ahâdîts wa al-Âtsâr, Juz III, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
DOI: http://dx.doi.org/10.35931/aq.v18i4.3624
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2024 Ramli Ramli, Achmad Abubakar, Aisyah Arsyad
Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan
index by:
Publish by:
Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an Amuntai
Contact us:
Address: Jl. Rakha Pakapuran, Amuntai Utara
Kabupaten : Hulu Sungai Utara
Kode Pos : 71471
Provinsi : Kalimantan Selatan
Telephone : 085251613000
Email: hafizhihusinsungkar@gmail.com
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License